Parno Covid-19?

Belum lagi usai penanganan wabah Covid-19 sejak Desember 2019, baru baru ini di Inggris, dikabarkan telah ditemukan virus Corona strain baru VUI-202012/01 atau B117 yang memiliki kecepatan penularan 70% lebih cepat.

Bahkan mutasi virus tersebut juga ditemukan di Belanda, Swedia, Denmark, Australia, Jepang, Prancis, Spanyol, Swiss, Afrika Selatan dan guna mengantisipasi hal tersebut pemerintah Indonesia memberlakukan lockdown, melarang warga asing masuk ke Indonesia mulai tanggal 1 hingga 14 Januari 2021.

Luasnya cakupan negara yang terkena wabah, lamanya waktu yang diperlukan hingga ditemukan vaksin yang tepat dan masifnya berita dimedia sosial tentu saja berpotensi memicu kecemasan global.

Tidak sedikit orang orang menjadi khawatir, waspada berlebihan dan panik, seperti Sarah Edwards, wanita muda asal Inggris yang terobsesi melakukan tes Corona setiap minggunya hingga menghabiskan dana sekitar 64 juta rupiah, guna memastikan dirinya tidak terkena virus Covid-19.

Begitu pula beberapa klien yang menghubungi SERVO Clinic, juga menceritakan hal yang serupa dimana timbul rasa cemas dan panik yang tidak terkendali dikarenakan takut tertular virus. Bahkan hal tersebut bisa mengenai kesemua lapisan termasuk yang berpendidikan tinggi, pejabat ataupun pengusaha.

Hal ini tentu saja berpotensi menghabiskan banyak sumber daya mulai dari biaya, waktu, tenaga, pikiran yang seharusnya bisa dicurahkan untuk hal hal yang produktif dan bermanfaat.

Adapun gejala parno Covid-19 meliputi:
a. Suka berfikir jangan jangan terkena Covid-19
b. Sering cuci tangan atau menggunakan hand sanitazer berulang ulang pada satu waktu
c. Kecanduan mencari informasi mengenai Covid-19 di internet
d. Terobsesi melakukan swab test berulang ulang
e. Menggunakan masker berlapis lapis
f. Khawatir secara berlebihan, apabila menyangkut anggota keluarga.

Ingin bebas parno Covid-19? KLIK > https://servo.clinic/alamat/

Cemas Tertular Virus Corona

Adalah manusiawi jika kita merasa cemas tertular virus Corona atau Covid-19.

Apalagi pemberitaan mengenai eskalasi penularan virus tersebut yang sedemikian cepat, akut dan masif berpotensi membuat siapapun merasa khawatir, jika sewaktu waktu diri atau keluarganya menjadi korban.

Adapun gejala seseorang rentan mengalami gangguan panik adalah sebagai berikut: yang bersangkutan selalu dihantui perasaan was was, pikiran jangan jangan tertular, keluar keringat dingin, dada berdebar debar dan tidak mampu mengendalikan pikiran liar tersebut.

Untuk itu diperlukan kemampuan mensikapi peristiwa tersebut secara tepat dan proporsional agar tidak mengalami serangan panik.

Cara yang bisa membantu menghilangkan kepanikan adalah dengan mengembalikan apapun yang belum terjadi ataupun yang tidak mungkin kita kendalikan ke Tuhan dan pada saat bersamaan berikhtiar untuk hal hal yang bisa kita lakukan seperti mencuci tangan, menjaga jarak saat berkomunikasi, menghindari keramaian, mandi sehabis bepergian dll.

Namun jika hal tersebut dirasa tidak membantu, silakan hubungi profesional.

Ingin bebas serangan panik? KLIK > https://servo.clinic/alamat/

Panic Buying

Dengan adanya pernyataan resmi dari pemerintah tentang 2 orang yang positif terkena virus Covid 19 menimbulkan kepanikan baru.

Kali ini tidak hanya terjadi kelangkaan masker saja, melainkan tisu basah, hand sanitizer, bahkan sembakopun ikut ikutan habis diborong.

Hal ini tentu saja semakin memperburuk keadaan dan jika tidak teratasi dalam jangka panjang berpotensi menimbulkan masalah baru berupa perilaku belanja yang tidak rasional seperti panic buying.

Kenapa hal tersebut dapat terjadi?

Sudah menjadi fitrah manusia tentang adanya kebutuhan akan rasa aman dan nyaman dalam melakukan aktifitas sehari hari seperti ke sekolah, ke kantor, ke mall, ke tempat tempat umum dll.

Untuk itu diperlukan jaminan keselamatan, terbebas dari resiko terkena Covid 19 selama melakukan aktifitas sosial dan jika hal tersebut tidak bisa diperoleh dari lingkungan yang kondusif, maka secara otomatis melakukan panic buying sarana pelindung diri.

Dan jika wabah berlangsung lama, apalagi jika disertai tindakan pembatasan mobilitas, karantina, isolasi oleh instansi terkait, dapat mendorong penduduk untuk memborong apa saja guna melindungi kebutuhan keluarganya.

Jika setelah wabah usai, namun dorongan untuk menyetok barang masih tetap tinggi, maka hal tersebut merupakan salah satu gejala terkena CBD (compulsive buying dissorder).

Ingin bebas CBD? KLIK > https://servo.clinic/alamat/