Menghadapi Pribadi yang Sulit ?

Apakah Anda seorang mahasiswa yang sedang menghadapi dosen yang sulit ? Ataukah Anda seorang bawahan yang sedang menghadapi atasan yang sulit ?

Bahkan tidak jarang, penyulit tsb. tidak menyadari jika dirinya memiliki perilaku yang dapat membuat orang lain mengalami kesulitan.

Hal tersebut dapat disebabkan oleh perasaan minder (inferior syndrome) karena kepahitan hidup ybs. di masa kecil, pengalaman buruk di masa lalu seperti sulit lulus, sulit ekonomi, sulit bergaul dsb.

Namun sikap kecewa ataupun marah kepada ybs. tidaklah akan menyelesaikan masalah dan bisa jadi justru dapat mempersulit diri kita sendiri karena secara hirarki ybs. berada dalam posisi yang lebih superior dibanding diri kita.

Secara umum selalu ada titik paling lemah dari orang yang paling sulit yaitu berpura puralah meminta pendapat kepada ybs. (berpura pura minta petunjuk ?) karena sebodoh apapun orang tersebut, ybs. tidak ingin terlihat bodoh dimata orang lain dan jika perlu ybs. akan menggunakan semua kekayaan ataupun kekuasaannya untuk mendukung pendapat pribadinya.

Menurut saya pribadi, ini tidak ada hubungannya dengan soal mengambil keuntungan dari kelemahan tersebut, melainkan memperjuangkan hak pribadi karena pada kenyataannya memang ada orang orang yang tanpa sadar menggunakan subjektifitas pribadinya agar terlihat superior (mekanisme pertahanan diri).

Bagaimana menurut Anda ?

Menghadapi pribadi yang sulit ? KLIK > https://servo.clinic/alamat/

Jangan Cepat Berpuas Diri ?

Barangkali kita sering dibingungkan oleh perkataan orang sukses “Hidup itu, jangan cepat berpuas diri.”

Di sisi lain, kita juga sering mendengar nasihat “Kita harus selalu bersyukur atas apapun yang Allah Swt. berikan kepada kita!”

Sepintas, kedua nasihat tersebut seolah bertentangan, namun sesungguhnya kedua nasihat tersebut merupakan dua nasihat yang berbeda dan diterapkan dalam dua konteks yang berbeda pula.

Nasihat pertama menekankan tentang pentingnya kita terus menerus meningkatkan kompetensi seperti menambah ilmu pengetahuan, pendidikan, keterampilan, pengalaman, pertemanan dsb. sehingga dikemudian hari akan memudahkan diri kita dalam menghadapi persaingan kerja ataupun usaha.

Sedang nasihat kedua menekankan tentang betapa pentingnya kita menerima atas apapun hasil yang Allah Swt. berikan, karena didalamnya terdapat jerih payah, pengorbanan, usaha, pikiran, doa kita yang harus kita hargai.

Bahwasanya hasil yang diraih belum sesuai dengan apa yang kita harapkan, hal tersebut menjadi indikator untuk kita segera mengubah cara, mengubah strategi, mengubah rencana, mengubah kebiasaan dsb. guna penyempurnaan ke depan.

Ingin selalu sukses ? KLIK > https://servo.clinic/alamat/

Kesuksesan yang Tertunda ?

Pada dasarnya manusia dirancang sempurna oleh Tuhan sehingga berpotensi sukses.

Rujukan :

  • As Sajdah (32) ayat 7 : Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik baiknya dan Yang memulai penciptaan manusia dari tanah.
  • As Sajdah (32) ayat 9 : Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam (tubuh)nya roh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur.

Uniknya, manusia tidak dirancang untuk langsung “sukses”, melainkan melalui suatu proses pembelajaran dimana ybs. harus melewati berbagai ujian (suatu keniscayaan) berupa beberapa variabel ketidak pastian seperti pikiran orang lain, pola asuh, pola pendidikan, sistem, budaya, musibah dsb.

Rujukan : Al Baqarah (2) ayat  155 : Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan.  Dan berikanlah berita gembira kepada orang orang yang sabar.

Yang menjadi pertanyaan berikutnya adalah “sabar” yang seperti apakah yang dimaksudkan ayat tersebut agar kesuksesan dapat dicapai ?

Pengalaman terapi menunjukkan bahwa letak persoalannya justru bukan pada apakah “hasil”, sudah atau belum “sesuai” dengan yang ingin dicapai, melainkan justru lebih pada “cara” kita “mensikapi” hasil itu sendiri.

Apakah saat hasil sudah “sesuai” dengan rencana, membuat kita menjadi lalai (baca : lupa diri) ? Ataukah saat belum berhasil justru membuat kita menjadi bangkit dan terus menyempurnakan diri ?

Jadi yang dimaksud sabar dalam ayat tersebut adalah “kesediaan untuk terus menyempurnakan diri” bukan cuma menunggu keberuntungan.

Ingin anak mandiri ? KLIK > https://servo.clinic/alamat/