“Gak enak nolak…”
“Nanti dia kecewa…”
“Gue bisa kok tahanin ini, yang penting dia bahagia…”
Bagi sebagian orang, kalimat-kalimat itu bukan sekadar sopan santun. Itu adalah pola pikir yang terpatri dalam — kebiasaan mengorbankan diri sendiri demi menyenangkan orang lain. Sekilas terlihat mulia, padahal diam-diam bisa menghancurkan. Fenomena ini dikenal dalam psikologi sebagai people-pleasing disorder — bentuk perilaku kompulsif yang tak sehat.
🧠 Tekanan Mental Itu Nyata — dan Valid
Bila Anda sering merasa cemas berlebihan ketika membuat orang lain kecewa, takut dikucilkan bila berkata “tidak,” hingga sulit tidur karena memikirkan pendapat orang — Anda butuh dipahami, bukan disalahkan.
Banyak yang terjebak dalam pola ini karena trauma masa kecil, pengasuhan yang kaku, atau pengalaman sosial yang menyakitkan. Dorongan menyenangkan orang lain menjadi semacam mekanisme pertahanan diri (defense mechanism) — upaya untuk merasa aman, diterima, dan dicintai.
🔍 Dibalik Senyum, Ada Luka Psikologis
Kecanduan menyenangkan orang lain bisa bermula dari keinginan membangun citra baik. Namun jika berlebihan, ini bisa menjadi bentuk coping mechanism yang maladaptif, yakni pelarian dari rasa rendah diri atau takut ditolak.
Dalam beberapa kasus, ini juga berkaitan dengan low self-worth, perfectionism, atau bahkan codependency — saat kita mengukur nilai diri dari seberapa bahagianya orang lain terhadap kita.
Efek psikis dan fisiknya pun bisa serius:
- Overthinking saat tidak mendapat respons yang diharapkan
- Susah tidur karena beban sosial yang tak kunjung usai
- Sakit lambung akibat stres emosional yang tak dikelola
- Gangguan cemas, jantung berdebar, takut dikucilkan
- Psikosomatis, seperti nyeri otot, migrain, atau mual berkepanjangan
⚠️ Risiko Nyata dalam Hidup Sehari-hari
People-pleasing yang tak disadari bisa memengaruhi:
- Pribadi: kehilangan identitas, mudah marah, kelelahan mental
- Keluarga: relasi timpang, peran tak seimbang
- Karir & Finansial: tidak bisa berkata tidak → sulit negosiasi → dimanfaatkan
- Sosial: relasi palsu, mudah dimanipulasi
- Kesehatan: kelelahan kronis, gangguan pencernaan
- Hukum: dalam kasus ekstrem, bisa dimanipulasi untuk menyetujui kontrak atau kesepakatan yang merugikan diri sendiri
🪞 Yuk, Refleksi Diri: Apakah Kita Benar-benar Baik, atau Hanya Takut Ditolak?
Bertanya pada diri sendiri bukan berarti egois. Justru itu bentuk kasih sayang kepada diri sendiri. Coba jujur:
Apakah aku sering merasa bersalah saat bilang “tidak”?
Apakah aku merasa nilai diriku bergantung pada validasi orang lain?
Apakah aku sering merasa marah atau hampa setelah terlalu mengalah?
Jika jawabannya “iya,” artinya Anda layak dibantu, bukan dihakimi.
🆘 Cari Bantuan Itu Wujud Keberanian, Bukan Kelemahan
Memutus siklus people-pleasing butuh proses. Kadang akar masalahnya ada di masa lalu. Kadang muncul dari luka batin yang belum selesai. Maka, jangan ragu untuk mencari bantuan profesional.
🌿 S.E.R.V.O® Clinic hadir sebagai tempat terapi berbasis ilmiah, tanpa obat, dan tanpa mistik. Klinik ini membantu Anda membongkar akar kecemasan, trauma, dan dorongan tidak sehat yang tersembunyi di balik perilaku people-pleasing.
👉 Kunjungi S.E.R.V.O® Clinic
🌈 Menjaga Mental Adalah Bentuk Tanggung Jawab Terbesar pada Diri Sendiri
Jangan tunggu tubuh atau emosi Anda meledak. Anda berhak merasa cukup. Anda berhak berkata tidak tanpa merasa bersalah. Dan Anda tetap orang baik, bahkan ketika Anda memilih untuk mencintai diri sendiri dulu.
Mari pulih. Mari sembuh. Mari hidup lebih seimbang. ❤️🩹