Mengenali Perasaan ?

Masalah hubungan dengan orang lain, terutama pada anak muda, merupakan pemicu depresi.

Kesulitannya seringkali terletak pada hubungan si anak dengan orang tuanya dan juga dengan teman sebayanya. Anak anak dan remaja yang mengalami depresi seringkali tidak mampu atau tidak mau membicarakan kesedihan mereka.

Mereka tidak mampu menyebut perasaan mereka dengan tepat, sebaliknya memperlihatkan sikap marah yang muram, tidak sabar, rewel dan berang – terutama terhadap orang tua mereka. Ini, pada gilirannya, membuat orang tua mereka semakin sulit memberikan dukungan emosional dan bimbingan yang benar benar dibutuhkan oleh anak yang mengalami depresi, sehingga menggerakkan spiral ke bawah yang biasanya berakhir dengan perselisihan terus menerus dan pengasingan diri.

Tinjauan baru terhadap penyebab depresi pada kaum muda menunjukkan dengan jelas adanya cacat dalam dua bidang keterampilan emosional: keterampilan membina hubungan, di satu pihak, dan di lain pihak cara menafsirkan kegagalan yang memicu timbulnya depresi.

Meskipun beberapa kecenderungan ke arah depresi hampir disebabkan oleh bakat genetik, beberapa kecenderungan yang dapat dipulihkan disebabkan oleh kebiasaan berpikir pesimis yang menyebabkan anak anak beraksi terhadap kekalahan kecil dalam kehidupan-nilai buruk, perselisihan dengan orang tua, penolakan dalam pergaulan-dengan menjadi depresi.

Dan terdapat bukti yang menandakan bahwa bakat ke arah depresi apapun landasannya, menjadi semakin luas dikalangan anak muda daripada yang pernah terjadi sebelumnya.

Sumber : Kecerdasan Emosional, Daniel Goleman, 1996.

Ingin cepat berubah? KLIK > https://servo.clinic/alamat/

Mencegah Depresi ?

Dana, berumur enam belas tahun, selalu tampak pintar bergaul.Tetapi sekarang, mendadak ia tidak mampu bergaul dengan gadis gadis lain dan yang lebih merisaukan baginya, ia tidak tahu bagaimana mempertahankan teman teman prianya, meskipun Dana sudah sangat intim dengan mereka.

Dana yang murung dan terus menerus merasa lesu, kehilangan nafsu makan, tidak bahagia menghadapi apa saja; ia berkata bahwa ia merasa putus asa, tak berdaya melepaskan diri dari suasana hatinya dan berpikir untuk bunuh diri.

Jatuhnya Dana ke dalam depresi dipicu oleh putusnya hubungan dengan pacarnya akhir akhir ini. Ia berkata bahwa ia tidak tahu bagaimana berkencan dengan seorang pemuda tanpa harus berhubungan intim-meskipun ia merasa tidak nyaman-dan bahwa ia tidak tahu bagaimana mengakhiri suatu hubungan meskipun hubungan itu tidak menyenangkan. Menurutnya ia tidur dengan pemuda pemuda itu karena ingin mengenal mereka dengan lebih baik.

Ia baru saja pindah ke sekolah baru dan merasa malu serta cemas untuk menjalin persahabatan dengan gadis gadis di situ. Misalnya, ia tidak mau memulai pembicaraan, hanya berbicara setelah seseorang mengajaknya bicara lebih dahulu. Ia merasa tidak sanggup memberitahu mereka seperti apakah dia itu dan bahkan merasa tidak tahu apa yang harus dikatakan bila seseorang menyapanya “Halo, apa kabar ?” (Kasus Dana dari Laura Mufson et al.).

Dana menjalani terapi di program percobaan untuk remaja depresi di Columbia University. Pengobatannya difokuskan untuk membantunya belajar bagaimana menangani hubungan hubungannya secara lebih baik: bagaimana memupuk persahabatan, merasa lebih yakin berhadapan dengan remaja lain, menegaskan batas batas kedekatan seksual, bersikap akrab, mengungkapkan perasaan.

Pendek kata, program itu merupakan pelajaran perbaikan tentang beberapa keterampilan emosional yang paling mendasar. Dan program itu berhasil; depresinya lenyap.

Sumber : Kecerdasan Emosional, Daniel Goleman, 1996.

Ingin cepat berubah? KLIK > https://servo.clinic/alamat/

Peduli Pasien ?

Dalam bisnis rumah sakit yang sedang menjamur, dimana pasien sering kali berkesempatan untuk memilih di antara sistem rancangan kesehatan yang bersaing, tingkat kepuasan tidak diragukan lagi merupakan salah satu pertimbangan penting dalam membuat keputusan yang amat pribadi ini-pengalaman pahit dapat membuat pasien lari ke tempat lain, sedangkan pengalaman menyenangkan akan mengikat kesetiaan pasien.

Pada akhirnya, etika medis dapat menuntut pendekatan semacam itu. Sebuah tajuk rencana di Journal of the American Medical Association, ketika mengomentari sebuah laporan yang mengetengahkan bahwa depresi meningkatkan kemungkinan kematian setelah pengobatan serangan jantung sebesar lima kali lipat, menulis :”Bukti nyata bahwa faktor psikologis seperti depresi dan isolasi sosial menjadi ciri pasien pasien penyakit jantung koroner dengan resiko paling tinggi, berarti tidaklah etis untuk tidak memulai mencoba menangani faktor faktor ini (Redford Williams dan Margaret Chesney).

Seandainya penemuan penemuan tentang emosi dan kesehatan itu mempunyai makna, maka maknanya adalah bahwa perawatan medis yang mengabaikan perasaan yang dialami orang sewaktu mereka berjuang melawan penyakit kronis atau penyakit berat tidaklah lagi memadai.

Inilah saatnya bagi ilmu kedokteran untuk lebih memanfaatkan secara metodis hubungan antara emosi dan kesehatan. Apa yang sekarang merupakan perkecualian biasa-dan seharusnya-menjadi bagian dari arus, agar ilmu kedokteran yang lebih peduli dapat diperoleh kita semua.

Setidak tidaknya sikap itu akan membuat ilmu kedokteran menjadi lebih manusiawi dan bagi orang orang tertentu, sikap teresebut dapat mempercepat proses penyembuhan.

“Belas kasih,” sebagaimana dikatakan oleh salah seorang pasien dalam surat terbuka kepada dokter bedahnya, “bukanlah sekedar berpegangan tangan. Belas kasih adalah obat yang manjur.” (A. Stanley Kramer).

Sumber : Kecerdasan Emosional, Daniel Goleman, 1996.

Ingin cepat berubah? KLIK > https://servo.clinic/alamat/