Kesulitan di Sekolah ?

Masalah masalah akademik sangat berkaitan dengan masalah masalah perilaku.

Para remaja yang gagal menyesuaikan diri dengan sekolah dan menghadapi tuntutan tuntutan akademik mengalami kesulitan dalam banyak aspek kehidupan. Mereka cenderung mengalami kesulitan dengan teman teman sebaya mereka dan juga para anggota keluarga.

Wajar bila prestasi sekolah yang buruk melemahkan penghargaan diri dan meluas pada bidang bidang kehidupan mereka yang lain. Sering kali akibatnya adalah meningkatnya kerentanan terhadap masalah.

Ada banyak alasan mengapa anak anak mengalami masalah akademik dan begitu Anda menetapkan penyebabnya, ada langkah langkah yang bisa Anda ambil untuk menolong mereka.

Sumber : Bagaimana Cara Membuat Anak Remaja Anda Terhindar dari Masalah dan Apa yang Harus Anda Lakukan Saat Usaha itu Gagal, Dr. Neil I. Bernstein, 2006.

Ingin cepat berubah? KLIK > https://servo.clinic/alamat/

Tanpa Beban ?

Mengapa tim non-unggulan Piala Uber Indonesia diluar dugaan mampu mengalahkan tim Jepang yang menjadi unggulan pertama di Grup Z ?

Namun demikian, menurut Susy Susanti, manajer tim Piala Uber, dari hasil evaluasi melawan Jepang, pemain Indonesia dinilai masih kerap terlalu bernafsu mengakhiri pertandingan seperti kekalahan Maria dari Eriko Hirose atau Adriyanti Firdasari yang dinilai bisa menang dua set, tetapi karena buru buru, malah kalah di set kedua.

Mengapa pemain Thailand, Tanongsak Saensomboonsuk yang oleh pelatih Udom Luangphetcharaporn tidak ditergetkan untuk menang, berhasil mengalahkan Taufik Hidayat dalam dua set di Piala Thomas Indonesia ?

Demikian pula beban ganda Sony Dwi Kuncoro sebagai pemain kunci dan harapan besar pendukung membuatnya kehilangan konsentrasi dan akhirnya kalah dua set dari Boonsak Ponsana 17-21, 15-21. “Saya sendiri merasa tidak main jelek. Pukulan pukulan saya memang banyak ketebak. Saya hanya sempat mengikuti hingga tiga atau empat poin, selanjutnya saya seperti blank dan tidak tahu harus bagaimana,” ujarnya.

Memang betul, strategi bertanding sangat penting, seperti penempatan pemain yang memperhitungkan “kelas” lawan tanding, menyimpan tenaga untuk partai berikutnya, mengumpan dengan pemain baru dsb., namun yang tidak kalah penting adalah mental bertanding atau kecerdasan emosional sang pemain.

Apa yang membuat pemain pemula ataupun non unggulan tiba tiba bisa mengalahkan pemain unggulan, padahal dari segi tehnik maupun pengalaman bertanding jelas berbeda ?

Tidak adanya “beban” membuat pemain pemula ataupun non unggulan berpeluang mengeluarkan permainan terbaiknya, sementara pemain senior ataupun unggulan seringkali terjebak pada “target” sebagai tujuan sehingga menjadi kehilangan jati diri / keunikan dirinya.

Pemain yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi berpotensi mampu bermain dibawah tekanan pendukung, tidak berbebani oleh target pelatih, dapat mengontrol emosi saat ketinggalan angka, sabar dalam menghadapi rally panjang yang melelahkan dsb.

Penanganan psikologis pemain harus bersifat individual dengan memperhitungkan keunikan dari masing masing pemain, sehingga tidak cukup hanya dengan tehnik motivasi induksi yang menyama ratakan semua pemain. Sebagai contoh, ada pemain yang termotivasi oleh dukungan penonton, namun ada yang justru menjadi stress saat mendengar teriakan penonton.

Pemain harus memiliki motif kemenangan yang objektif bahwa menjadi pemenang karena memang menang itu baik buat dirinya dan tim sehingga bukan karena hadiah ataupun balas dendam atas kekalahan sebelumnya.

Untuk itu kecerdasan emosional pemain seperti motif pribadi pemain, kemampuan pengendalian diri termasuk terbebas dari mental blocking harus di”program” sejak awal pembinaan.

Ingin tanding tanpa beban? KLIK > https://servo.clinic/alamat/

Sakit ?

Menurut sejarahnya, ilmu kedokteran dalam masyarakat modern mendefinisikan misinya dengan tujuan menyembuhkan penyakit-gangguan medis-dan mengabaikan keadaan sakit-apa apa yang dialami si pasien karena penyakitnya.

Pasien, karena menganut pandangan ini, larut dalam konspirasi ini sehingga mengabaikan reaksi emosionalnya atas masalah medisnya-atau menganggap bahwa reaksi itu sebagai hal yang tidak relevan untuk mengatasi penyakit itu sendiri.

Sikap tersebut diperkuat oleh model medis yang betul betul menyingkirkan gagasan bahwa pikiran dapat mempengaruhi tubuh dengan caranya sendiri.

Namun, ada pula ideologi yang sama tidak produktifnya pada sisi yang berlawanan; yaitu anggapan bahwa orang dapat menyembuhkan dirinya sendiri bahkan dari penyakit yang paling berbahaya dengan sekedar membuat dirinya bahagia atau memikirkan hal hal positif, atau bahwa entah bagaimana mereka harusnya disalahkan karena mengidap penyakit.

Retorika “sikap akan menyembuhkan segala galanya” akan menciptakan kebingungan serta kesalah pahaman tentang sejauh mana penyakit dapat dipengaruhi oleh pikiran dan barangkali yang lebih buruk, kadang kadang membuat orang merasa bersalah karena jatuh sakit, seolah olah hal itu merupakan tanda jatuhnya akhlak atau ketidak berhargaan secara spiritual.

Sumber : Kecerdasan Emosional, Daniel Goleman, 1996.

Ingin cepat berubah? KLIK > https://servo.clinic/alamat/