Pada Dialog Publik “Rancangan Undang Undang Penjaminan Produk Halal : Menguak Kontroversi, Mencari Solusi” di Jakarta, Selasa, 28 November 2006, muncul usulan bahwa hendaknya pemerintah menanggung seluruh biaya dalam proses pemeriksaan kehalalan produk makanan dan minuman.
Ketua Umum PBNU Hasyim Muzadi berpendapat :”Kepastian kehalalan sangat dibutuhkan bagi konsumen muslim. Jika pemerintah hendak mengatur kehalalan dalam undang undang, seharusnya tidak ada pembebanan biaya bagi produsen dalam proses mendapatkannya.” (Kompas, Rabu 29 November 2006, Hal. 18).
Menurut hemat kami (opini pribadi), kalimat “kedua” Ketua PBNU yang berbunyi “Jika pemerintah hendak mengatur kehalalan dalam undang undang, seharusnya tidak ada pembebanan biaya bagi produsen dalam proses mendapatkannya.” akan lebih tepat, jika diucapkan oleh pihak Pengusaha.
Sedang kalimat “pertama” Ketua PBNU yang berbunyi “Kepastian kehalalan sangat dibutuhkan bagi konsumen muslim.”, sudah sangat kuat mewakili kepentingan konsumen muslim, tanpa perlu ditambahi kalimat kedua.
Disisi lain bagi pengusaha, keharusan mensertifikasi kehalalan seluruh produk makanan dan minuman sudah tentu akan menimbulkan ekonomi biaya tinggi yang harga pokok produksinya secara otomatis akan dibebankan ke konsumen dan jika produk tersebut di ekspor akan menurunkan daya saing produsen.
Belum lagi munculnya potensi pemeriksaan yang asal asalan, serta penyalah gunaan wewenang aparat penerbit sertifikat ataupun aparat pengawas, akibat luasnya cakupan yang harus di sertifikasi dan di awasi.
Bukankah jumlah makanan yang “tidak halal” lebih sedikit dari jumlah makanan yang “halal” ?
Mengapa yang diatur bukan “Sertifikat Tidak Halal” saja ?
Caranya mudah, buat saja Undang Undang (tentunya berikut Sanksi bagi yang melanggar) yang menyatakan bahwa “Semua makanan & minuman, bahan makanan dan bahan minuman yang diproduksi ataupun yang beredar di Indonesia seluruhnya wajib halal” kecuali bagi produsen yang akan memproduksi atau mengedarkan bahan makanan ataupun minuman tidak halal, diwajibkan memberi label “tidak halal” secara mencolok (tulisan yang besar, warna mencolok) serta dalam pendistribusiannya wajib terkendali (seperti alat angkutnya, pemajangannya dsb.).
Dengan demikian akan menghemat biaya produksi, biaya pemeriksaan, biaya sertifikasi dan biaya pengawasan yang luar biasa, khususnya bagi pengamanan devisa negara sekaligus kepastian kehalalan bagi konsumen muslim Indonesia.
“Jika bisa dipermudah, mengapa dipersulit ?”
Ingin cepat berubah? KLIK > https://servo.clinic/alamat/