Kompas , Jumat, 2 November 2007 memuat berita berjudul “Suap Masih Terjadi meski Ada Remunerasi.”
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, kasus suap masih terjadi meskipun aparatnya telah diberi tambahan imbalan atau remunerasi.” Ini terjadi karena uang suap yang ditawarkan lebih besar dibandingkan dengan remunerasinya dan integritas para aparatnya rendah.
Menurut Sri Mulyani, sangat sulit mencari orang berintegritas tinggi. “Bayangkan, pejabat golongan IIB di Ditjen Bea dan Cukai bisa menerima suap sebesar Rp. 900 juta. Apa jadinya kalau suap itu diberikan pada golongan diatasnya.” Katanya.
Hal tersebut tidaklah mengherankan karena menurut hukum Emosional bahwa bila ada 2 jenis emosi yang bekerja pada waktu yang bersamaan, maka yang bekerja adalah hukum emosi yang paling kuat.
Artinya kalau iming iming “sogokan” lebih besar dibanding ‘remunerasi” maka yang “menang ” adalah sogokan. Kalau resiko hukuman lebih kecil dibanding “nikmatnya” sogokan maka yang bekerja adalah sogokan karena bersifat “nyata” dan “sekarang” sedang resiko hukuman masih berupa “ancaman”. Demikian pula kalau rasa berdosa lebih kecil dari “nafsu serakahnya” maka sogokannya yang akan menang.
Apalagi disaat benteng moral agama mulai melemah serta penegakan hukum/keadilan masih tidak jelas maka perbaikan harus dilakukan secara bersamaan mulai dari perbaikan sistem serta peningkatan kecerdasan sikap/emosional SDM pelaku sistem.
Disinilah perlunya ilmu “kecerdasan sikap” atau “kecerdasan emosional” diterapkan secara simultan dengan sistem lainnya seperti perbaikan sistem rekrutmen, sistem pelatihan SDM, sistem manajemen mutu, sistem insentif ataupun sistem pengendalian lainnya.
Ingin cepat berubah? KLIK > https://servo.clinic/alamat/