Saat saya mahasiswa pasca sarjana psikologi klinis di akhir tahun 1960-an, saya kenal dua perempuan penderita gangguan makan, meskipun saya baru menyadarinya setelah lewat beberapa tahun.
Yang satu adalah mahasiswi pasca sarjana yang cemerlang di bidang matematika di Harvard, teman saya di masa mahasiswa; yang seorang lagi adalah staf perpustakaan di MIT. Ahli matematika itu, meskipun tubuhnya tinggal kulit pembalut tulang, benar benar tidak bisa memaksa dirinya untuk makan; makanan, katanya, membuat dirinya muak.
Sedangkan yang petugas perpustakaan bertubuh subur dan suka makan es krim, carrot cake Sara Lee dan pencuci mulut lainnya. Setelah menyantap makanan itu-seperti yang dikatakannya kepada saya, dengan sedikit malu-diam diam ia akan pergi ke kamar mandi dan muntah muntah.
Zaman sekarang, ahli matematika tadi akan di diagnosis menderita anoreksia nervosa, sedangkan petugas perpustakaan itu di diagnosis bulimia. Pada saat itu, cap semacam ini belum ada. Ahli psikologi klinis menanggapi masalah tersebut baru baru saja; Hilda Bruch, perintis gerakan ini, menerbitkan tulisannya yang orisinal tentang gangguan makan dalam tahun 1969 (Hilda Bruch, Hunger and Instinct).
Bruch yang dibuat bingung oleh kaum perempuan yang membuat dirinya kelaparan sampai mati, menduga bahwa salah satu penyebab utamanya terletak pada ketidak mampuan untuk menandai dan menanggapi secara wajar akan dorongan tubuh-terutama, tentu saja, rasa lapar.
Sejak itu, literatur klinis tentang gangguan makan mulai menjamur, yang memuat sejumlah besar hipotesis tentang penyebabnya, mulai dari gadis muda yang merasa terpaksa bersaing dengan standar kecantikan wanita yang kelewat tinggi sehingga tak mampu diraihnya, sampai ke ibu ibu bawel yang menjerat putri mereka dalam jaringan kekuasaan rasa bersalah dan malu.
Hipotesis ini mengalami cacat besar; hipotesis ini merupakan ektrapolasi pengamatan yang dibuat selama terapi. Dari sudut ilmiah, yang jauh lebih disukai adalah penelitian terhadap kelompok besar orang selama periode beberapa tahun untuk melihat siapakah diantaranya yang pada akhirnya menderita gangguan tersebut.
Penelitian semacam ini memungkinkan perbandingan bersih yang dapat menunjukkan bahwa, misalnya, jika mempunyai orang tua yang suka berkuasa akan membuat seorang gadis cenderung menderita gangguan makan.
Selain itu, penelitian tersebut harus dapat mengidentifikasi sekelompok persyaratan yang menjurus pada gangguan tersebut dan membedakan gangguan itu dari penyakit yang barangkali merupakan penyebab, tetapi yang sebetulnya sama seringnya ditemukan pada orang tanpa gangguan tersebut, seperti pada orang yang datang untuk berobat.
Sumber : Kecerdasan Emosional, Daniel Goleman, 1996.
Ingin bebas gangguan makan? KLIK > https://servo.clinic/alamat/