Kiranya sangat tepat pepatah yang mengatakan “jauh lebih sulit mempertahankan juara daripada merebutnya” karena kenyataannya memang demikian.
Saat seorang atlit untuk pertama kalinya meraih juara, hal tersebut biasanya menjadi kejutan bagi semua orang, bahkan tidak jarang bagi dirinya sendiri.
Dari seseorang yang tidak dikenal, berubah menjadi orang yang dielu elukan, dari seorang yang kurang yakin dengan dirinya sendiri, berubah menjadi perasaan bangga karena mampu berprestasi, dari seseorang yang tidak diunggulkan, menjadi orang yang diharapkan.
Semakin berprestasi seorang atlit, semakin besar harapan publik, pelatih, manajer, keluarga, teman, tetangga, sponsor, pemerintah dan harapan dirinya sendiri agar dapat berprestasi lebih baik lagi.
Hal ini tentu saja berpotensi menimbulkan tekanan psikis / mental yang sangat hebat pada pertandingan berikutnya karena adanya tuntutan untuk dapat memenangkan pertandingan dan sekaligus timbul kekhawatiran jika hasil yang diraih tidak sesuai dengan harapan orang orang disekitarnya.
Sang atlit dituntut untuk dapat memenangkan pertandingan, mampu mengendalikan diri saat ketinggalan angka, menghadapi ejekan penonton, mengatasi tekanan sang pelatih dan yang paling berat adalah mengatasi rasa bersalah dalam dirinya.
Akibatnya, semakin tinggi kelas sang atlet, kemampuan atlit dalam mengendalikan emosi dirinya, menjadi semakin penting, jauh melebihi kemampuan tehniknya, karena pada umumnya sebagai atlit papan atas, keterampilan tekniknya tidak lagi diragukan.
Bagaimana jika saat ini telah ada terapi yang dapat membantu atlit memprogram target medali dirinya dan sekaligus menghilangkan hambatan pribadi seperti gampang panik, perasaan bersalah, perasaan tidak mampu, perasaan gagal ataupun perasaan tidak berdaya saat bertanding, mau ?
Ingin berprestasi ? KLIK > https://atomic-temporary-10061447.wpcomstaging.com/kesaksian/