Meski subjeknya sama yaitu “psikis” manusia, namun bisa menghasilkan cabang keilmuan yang berbeda.
Dalam konteks psikologi kepribadian, psikis seseorang didekati melalui interaksinya dengan stimulus eksternal seperti pola asuh, pendidikan, informasi, pengalaman dll., sehingga berdampak pada persepsi, perhatian, emosi, motivasi, kepribadian, perilaku dan hubungan interpersonal ybs.
Di sisi lain, dalam konteks medis, psikis seseorang didekati melalui interaksinya dengan stimulus internal seperti obat obatan yang dapat mempengaruhi fungsi fungsi psikis dan mental tertentu (psikofarmaka) dan jika perlu dibantu dengan electro shock.
Pada kasus kasus gangguan kepribadian, terapi dapat dilakukan menggunakan psikoterapi, psikofarmaka ataupun kombinasi dari keduanya, tergantung dari seberapa besar motivasi, tingkat kesadaran ataupun kesiapan berubah dari dalam diri ybs.
Untuk kasus kasus, cidera otak, penurunan fungsi (degeneratif), kelainan genetik, keracunan, terapi psikofarmaka menjadi pilihan penting karena biasanya mesin “autoreverse” sudah tidak bekerja optimal.
Sebaliknya pada kasus kasus penggunaan obat yang tidak tepat sasaran atau “oversubscribed” misal : overdosis, penyalah-gunaan obat, salah diagnosa dsb. berpotensi “melumpuhkan” mesin autoreverse yang bisa jadi masih berfungsi normal.
Jadi letak persoalannya bukan pada pilihan mana yang lebih baik, antara psikoterapi ataukah psikofarmaka ? Melainkan lebih kepada “timing” mana yang lebih tepat.
Ingin menghilangkan hambatan pribadi ? KLIK > https://atomic-temporary-10061447.wpcomstaging.com/kesaksian/
salom…….
maaf saya seorang pelajar pak..
saya ada gangguan rasa kurang percaya diri,merasa gugup, sampai berkeringat halus kalau berada di dpan umum untuk lakukan suatu hal
jdi bagaimana caranya supaya tidak ada lagi atau hilang rasa kurang percya diri,merasa gugup sampai keringat???
Sebaiknya diterapi !