Saat ini, kualitas SDM Indonesia semakin merosot saja.
Hal tersebut dapat diindikasikan dari seringnya kasus amuk masa, tawuran antar kampung, antar suku, meningkatnya kasus bunuh diri, maraknya kasus kesurupan masal, kian banyaknya tumbuh aliran sesat, Pilkada yang sering rusuh, banyaknya kasus penipuan / penggandaan uang, tingginya kecelakaan transportasi, kasus korupsi meningkat, kriminal, kasus asusila hingga narkoba.
Indikasi lain masih banyaknya pemimpin yang “bingung”, lihat dari statemen statemennya yang seolah oleh menyesalkan terjadinya musibah banjir (padahal akibat ulah orang yang serakah), pura pura terheran dengan tingkat kejahatan yang tinggi (padahal merupakan tanggung jawabnya sebagai aparat) dan mengatasnamakan rakyat untuk kesejahteraan dirinya.
Hal tersebut disebabkan oleh rendahnya kualitas pendidikan “sikap” dalam keluarga, di sekolah, di tempat kerja hingga dimasyarakat Indonesia yang hanya menekankan aspek kognitif belaka (baca : nilai pelajaran) padahal aspek-aspek lain seperti kemampuan mengendalikan keinginan, kemampuan mengelola stress, kemampuan berbagi, kemampuan bersikap yang mana kesemuanya merupakan bagian dari kecerdasan sikap (kecerdasan emosional) terabaikan.
Hal tersebut diperparah dengan kualitas tayangan TV yang tidak jauh dari hedonisme, mistik, gosip, seksual dan kepuasan oral yang hanya bertujuan memenuhi “hawa nafsu” manusia (baca : pembodohan) yang merupakan kasta terendah dari perangkat “mental” menuju “khalifah”.
Jadi jika kemudian bangsa Indonesia diremehkan oleh bangsa lain, hal tersebut merupakan harga yang harus dibayar oleh rakyat Indonesia akibat “kegagalan” para pemimpin membangun sistem negara yang “sehat” yang mampu membuang kepahitan masa lalu akibat penjajahan berkepanjangan dan menggantinya dengan sistem negara yang berorientasi ke depan, ke arah Indonesia yang lebih maju (hal tersebut dapat diindikasikan dari seberapa cepat pemerintah mampu merealisasikan anggaran pendidikan yang “katanya” sebesar 20%, syukur syukur bisa lebih).
Sedang peran individu berfokus pada pengembangan diri, profesionalisme, entrepreneurism, kreatifitas hal tersebut dapat di indikasikan dari jumlah temuan / hasil penelitian yang aplikatif, jumlah manajer yang di ekspor keluar negeri, jumlah usahawan Indonesia yang “Go International”.
Alhamdulillah, walaupun tanpa dukungan pemerintah (barangkali karena bingung mendukungnya harus mulai darimana ?) saat ini musisi / penyanyi Indonesia mulai banyak yang “Go Internasional”.
Mudah mudahan sebentar lagi SDM Indonesia (karena yang tersisa cuma tinggal SDM-nya sementara sumber daya lainnya seperti hasil tambang udah pada digadai, hasil hutan sudah tinggal cerita) akan membajiri negara negara yang arogan dengan karya karya hebat.
Caranya ?
Mulailah memperbanyak sekolah sekolah kepribadian, pelatihan kecerdasan sikap / emosi di tempat kerja, pendidikan ketrampilan hidup yang dimulai sejak dini, kewirausahaan, komunikasi keluarga (pendidikan pra nikah) serta seluruh infrastruktur yang diperlukan seperti beasiswa, pinjaman lunak untuk pendidikan, pinjaman usaha untuk UKM dsb.
Ingin cepat berubah? KLIK > https://servo.clinic/alamat/