Tentu saja kesendirian tidaklah sama dengan isolasi; banyak orang yang hidup sendirian atau hanya memiliki sedikit sahabat hidupnya cukup senang dan sehat.

Tetapi masalahnya adalah resiko medis yang berupa timbulnya perasaan subjektif akan terputusnya hubungan dengan orang orang dan tidak mempunyai seorangpun untuk dimintai tolong.

Temuan ini sama sekali tidak menyenangkan, mengingat di masa masa sekarang isolasi terus meningkat yang diakibatkan oleh kebiasaan menonton televisi sendirian dan berkurangnya kebiasaan sosial seperti ngobrol ngobrol di klub dan kegiatan saling berkunjung dalam masyarakat perkotaan modern dan temuan itu menandakan adanya nilai tambah bagi kelompok self help seperti Alcoholics Anonymous sebagai komunitas pengganti.

Kekuatan isolasi sebagai faktor resiko kematian-dan daya sembuh dari ikatan sosial yang erat-dapat terlihat dalam studi terhadap seratus pasien yang menjalani transplantasi sumsum tulang (strain). Diantara pasien pasien yang merasa bahwa mereka mempunyai dukungan emosional kuat dari pasangannya, keluarga atau sahabat, 54 persennya tetap hidup setelah dua tahun mengalami tranplantasi itu; sedangkan di antara mereka yang diketahui hanya memiliki sedikit dukungan semacam itu yang hidup hanya 20 persen.

Demikian juga, kaum lanjut usia yang menderita serangan jantung, tetapi mempunyai dua atau lebih teman di dalam hidupnya yang dapat mereka andalkan untuk memperoleh dukungan emosional, ternyata kemungkinannya untuk terus hidup lebih dari satu tahun setelah serangan adalah lebih dari dua kali lipat dibandingkan orang orang yang tidak mempunyai dukungan semacam itu (Lisa Berkman et al.).

Sumber : Kecerdasan Emosional, Daniel Goleman, 1996.

Ingin cepat berubah? KLIK > https://servo.clinic/alamat/