Kecerdasan Emosional untuk Perawatan Medis ?

Ketika pemeriksaan rutin menunjukkan adanya darah pada air seni saya, dokter mengirim saya untuk menjalani tes diagnostik. Pada tes tersebut, saya disuntik dengan cairan berwarna yang mengandung radio aktif dan berbaring di sebuah meja, sementara sebuah mesin sinar X merekam gambar proses aliran cairan tersebut pada ginjal dan kandung kemih saya.

Dalam tes itu saya ditemani sahabat dekat saya yang berprofesi sebagai dokter. Ia kebetulan sedang datang berkunjung selama beberapa hari dan menawarkan diri untuk menemani saya ke rumah sakit. Ia duduk di ruang pemeriksaan sementara mesin sinar x itu, yang berjalan di atas rel automatis, berputar untuk mengambil sudut sudut pengambilan gambar yang berbeda beda, mendesir dan berbunyi “klik”; berputar, mendesir, klik.

Tes itu berlangsung satu setengah jam. Akhirnya, seorang spesialis ginjal bergegas memasuki ruangan, dengan cepat memperkenalkan dirinya dan keluar lagi untuk mengamati foto foto sinar X. Ia tidak kembali untuk memberi tahu apa hasil yang terlihat pada foto foto sinar x tersebut.

Ketika meninggalkan ruang pemeriksaan tersebut, kami bertemu dengan ahli nefrologi itu. Karena merasa gemetar dan sedikit pusing akibat tes itu, pikiran saya tidak cukup jernih untuk mengajukan satu satunya pertanyaan yang berkecamuk di benak saya sepanjang pagi itu.

Tetapi kawan saya, yang dokter itu, melakukannya: “Dokter,” katanya, “ayah sahabat saya meninggal karena kanker kandung kemih. Dia ingin sekali mengatahui apakah Anda melihat tanda tanda kanker pada foto foto sinar X tadi.” “Tidak ada kelainan,” adalah jawaban singkat sewaktu ahli ginjal itu bergegas menemui pasien berikutnya.

Ketidak mampuan saya untuk mengajukan satu satunya pertanyaan yang paling merisaukan saya terjadi berulang ulang ribuan kali setiap hari di rumah rumah sakit dan di klinik klinik dimanapun.

Sebuah studi terhadap pasien pasien yang sedang menunggu diperiksa menemukan bahwa masing masing pasien rata rata mempunyai tiga atau empat pertanyaan yang ingin diajukannya kepada dokter yang akan mereka temui. Tetapi rata rata hanya satu setengah pertanyaan tersebut yang terjawab dalam ruang praktek dokter (Dr. Steven Cohen-Cole).

Temuan ini menyingkap kenyataan bahwa ada kebutuhan kebutuhan emosional pasien yang tidak terpuaskan oleh ilmu kedokteran dewasa ini. Pertanyaan yang tidak terjawab menimbulkan ketidak pastian, rasa takut, membayang bayangkan terjadinya bencana. Dan perasaan itu membuat pasien enggan mematuhi aturan pengobatan yang tidak sepenuhnya mereka pahami.

Sumber : Kecerdasan Emosional, Daniel Goleman, 1996.

Ingin cepat berubah? KLIK > https://servo.clinic/alamat/

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s