Seperti dikatakan kepada saya oleh Dr. John Krystal, direktur pusat Laboratory of Clinical Psychopharmacology, “Misalkan seseorang yang diserang dengan sebilah pisau tahu bagaimana cara membela dirinya dan bagaimana bertindak, sementara orang lain dalam nasib yang sama berpikir, ‘Mati aku’. Orang yang tidak berdaya itulah yang lebih mudah terkena PTSD sesudahnya.
Perasaan bahwa hidup Anda berada dalam bahaya dan tidak ada apapun yang dapat Anda lakukan untuk menghindarinya-itulah saat otak mulai berubah.”
Ketidak berdayaan sebagai kartu As dalam memicu PTSD telah dibuktikan dalam banyak penelitian terhadap pasangan pasangan tikus laboratorium. Pasangan tikus ini masing masing ditempatkan dalam sangkar yang berbeda dan diberi sengatan listrik ringan-namun, bagi tikus, sangat bikin stres-dengan kadar yang sama. Hanya satu tikus yang dilengkapi dengan tuas di sangkarnya dan bila tikus tersebut mengangkat tuas itu, sengatan listrik pada kedua sangkar berhenti.
Selama berhari hari dan berminggu minggu, kedua tikus itu mendapat jumlah sengatan yang tepat sama. Tetapi tikus yang memiliki kemampuan mematikan sengatan berhasil keluar tanpa tanda tanda stres menetap. Hanya tikus yang tidak berdayalah yang mengalami perubahan otak akibat stres tadi (Dr. John Krystal).
Bagi seorang anak yang ditembak di lapangan bermain (peristiwa penembakan yang dilakukan oleh Patrick Purdy pada tanggal 17 Februari 1989 di Cleveland Elementary School, di Stockton, California yang menewaskan lima orang anak dan dua puluh sembilan luka luka) melihat rekan rekan bermainnya berdarah dan sekarat-atau bagi seorang guru disitu yang tidak mampu menghentikan pembantaian itu-ketidak berdayaan itu tentulah sangat terasa.
Sumber : Kecerdasan Emosional, Daniel Goleman, 1996.
Ingin cepat berubah? KLIK > https://servo.clinic/alamat/