Ada sepatah kata kuno untuk kumpulan keterampilan yang termaktub dalam kecerdasan emosional : karakter.
Karakter, tulis Amitai Etzioni, ahli teori sosial pada George Washington University, adalah “bakat psikologis yang dibutuhkan oleh perilaku moral”. (Amitai Etzioni). Dan filsuf John Dewey menganggap bahwa pendidikan moral paling ampuh bila diajarkan kepada anak dalam pagelaran peristiwa nyata, bukan sekedar sebagai pelajaran abstrak-cara keterampilan emosional. (Jhon Dewey).
Bila perkembangan karakter merupakan landasan masyarakat demokratis, renungkanlah beberapa cara bagaimana kecerdasaan emosional dapat menopang landasan ini. Batu pertama karakter adalah disiplin diri; kehidupan penuh keutamaan, seperti diamati oleh para filsuf semenjak Aristoteles, didasarkan pada pengendalian diri.
Batu penting yang berkaitan dengan karakter adalah kemampuan memotivasi dan membimbing diri sendiri, entah dalam melakukan pekerjaan rumah, menyelesaikan suatu pekerjaan atau bangun tidur di pagi hari.
Dan seperti telah kita lihat, kemampuan menunda pemuasan serta mengendalikan dan menyalurkan dorongan seseorang untuk bertindak, merupakan keterampilan emosional yang dasariah, salah satu keterampilan yang di zaman dahulu disebut kehendak.
“Kita perlu menguasai diri sendiri-selera kita, nafsu kita-untuk bertindak benar terhadap orang lain,” begitu kata Thomas Lickona, ketika menulis tentang pendidikan karakter. (Thomas Lickona).
Dibutuhkan kemauan untuk menjaga agar emosi berada di bawah kekuasaan akal.”
Sumber : Kecerdasan Emosional, Daniel Goleman, 1996.
Ingin cepat berubah? KLIK > https://servo.clinic/alamat/