Logika pikiran emosional itu bersifat asosiatif; menganggap bahwa unsur unsur yang melambangkan suatu realitas atau memicu kenangan terhadap realitas itu, merupakan hal yang sama dengan realitas tersebut.
Itulah sebabnya mengapa perumpamaan, kiasan dan gambaran secara langsung ditujukan pada pemikiran emosional, demikian juga karya seni-novel, film, puisi, nyanyian, teater, opera.
Guru guru spiritual yang termasyhur, menyentuh hati pengikut mereka dengan berbicara dalam bahasa emosi, dengan mengajar melalui perumpamaan, fabel dan kisah kisah. Sesungguhnya simbol dan upacara keagamaan tak banyak artinya dari sudut pandang rasional; simbol dan upacara tersebut diungkapkan dalam bahasa hati.
Logika hati ini-logika pikiran emosional-dilukiskan dengan baik oleh Freud dalam konsepnya tentang pikiran “proses primer”; ini adalah logika agama dan puisi, orang orang gila dan kanak kanak, mimpi dan mitos (seperti digambarkan oleh Joseph Campbell, “Mimpi adalah mitos pribadi; mitos adalah mimpi banyak orang”).
Proses primer merupakan kunci yang membuka makna karya karya seperti Ulysses tulisan James Joyce: dalam pemikiran proses primer, asosiasi asosiasi longgar menentukan arus sebuah kisah; sebuh benda melambangkan benda lain; suatu perasaan menggeser perasaan lain dan menggantikannya; bagian utuh dimampatkan menjadi bagian bagian kecil.
Tidak ada yang disebut waktu, tidak ada hukum sebab dan akibat. Bahkan, tidak ada “tidak” dalam proses primer itu; segala galanya mungkin. Metode psikoanalitis untuk sebagian adalah seni membongkar sandi serta mengungkapkan pengantian penggantian makna ini.
Sumber : Kecerdasan Emosional, Daniel Goleman, 1996.
Ingin cepat berubah? KLIK > https://servo.clinic/alamat/