Dalam kehidupan sehari hari sering kita temukan cara “merespon” atau “mensikapi” persoalan dengan cara yang salah.
Contoh :
1. Seorang anak dicurigai oleh orangtuanya melakukan perbuatan tercela misal mencuri. Karena tidak tertangkap tangan maka orangtua mendesak anaknya untuk bersikap jujur atau berterus terang. Namun saat sang Anak mengakui perbuatannya, si Anak tetap memperoleh hukuman.
Sikap yang benar adalah : hargai “kejujuran” si Anak, bukan malah menghukumnya. Sampaikan bahwa perbuatan mencuri itu buruk, tetapi karena dia bersikap jujur maka orang tua memaafkannya.
2. Seorang wanita tanpa diminta berterus terang menceritakan masa lalunya yang kelam seperti pernah mengalami pelecehan seksual / perkosaan saat masih kecil. Pasangannya tiba tiba berubah sikap karena merasa kekasihnya sudah tidak perawan.
Sikap yang benar adalah : hargai “kejujurannya”, bukan membebaninya dengan perasaan bersalah, apalagi untuk sebuah peristiwa diluar kemampuannya membela diri.
3. Seseorang yang diduga melakukan tindak kejahatan misal : korupsi, atas kesadaran sendiri mendatangi kantor polisi untuk tujuan klarifikasi. Tetapi setelah selesai menemui petugas, malah di tahan.
Sikap yang benar adalah : hargai “sikap jantan” yang bersangkutan karena berani menemui petugas hukum (karena sikapnya menghargai hukum). Jika di duga bersalah, tangkap yang bersangkutan pada kesempatan yang berbeda.
Di negara yang sudah maju, keberanian seseorang pesakitan atau penjahat melaporkan tindak kejahatan lain yang lebih besar, dapat dipertimbangkan sebagai “iktikad baik” untuk berubah dan “dihargai” dalam bentuk keringanan hukuman bahkan pembebasan.
Disinilah cara “merespon” atau “mensikapi” persoalan menunjukkan tingkat “kecerdasan” suatu individu, keluarga bahkan bangsa.
Ingin cepat berubah? KLIK > https://servo.clinic/alamat/