Kendati ada petunjuk semacam itu, banyak atau sebagian besar dokter masih bersikap skeptis bahwa emosi berpengaruh secara klinis.
Salah satu alasannya adalah meskipun telah banyak studi menemukan bahwa stres serta emosi negatif dapat memperlemah efektifitas berbagai sel kekebalan, tidaklah banyak bukti bahwa rentang perubahan efektifitas tersebut cukup nyata untuk menunjukkan adanya perbedaan secara medis.
Meskipun demikian, semakin banyak dokter yang mengakui peran emosi dalam ilmu kedokteran. Misalnya, Dr. Camran Nezhat, seorang ahli bedah laparoskopi ginekologi yang terkenal dari Standford University, berkata, “Seandainya seorang yang telah dijadwalkan untuk dioperasi berkata kepada saya bahwa ia sedang panik dan tidak mau dioperasi berkata kepada saya bahwa ia sedang panik dan tidak mau dioperasi pada hari itu, maka saya membatalkan jadwalnya.”
Menurut Nezhat, “Setiap ahli bedah mengetahui bahwa orang yang sangat takut, hasil operasinya akan kacau. Ia mengalami pendarahan hebat, lebih mudah terkena infeksi dan komplikasi. Dan memakan waktu lama untuk sembuh. Jauh lebih baik apabila mereka tenang.”
Alasannya amat jelas: panik dan cemas meningkatkan tekanan darah dan pembuluh yang melebar akibat meningkatnya tekanan darah akan banyak mengeluarkan dara apabila dipotong. Pendarahan hebat merupakan salah satu komplikasi operasi yang paling mengkhawatirkan, yang kadang kadang menyebabkan kematian.
Sumber : Kecerdasan Emosional, Daniel Goleman, 1996.
Ingin cepat berubah? KLIK > https://servo.clinic/alamat/