Kompas, Selasa, 5 Februari 2008 di halaman pertama memperkirakan total kerugian maupun potensi kerugian pasca banjir di Jakarta dan sekitarnya yang terjadi pada Jumat 1 Februari 2008 sekitar 9,17 miliar.
Ironisnya peristiwa banjir telah terjadi berulangkali di negeri tercinta, namun terkesan mekanisme pemecahan masalahnya semakin lama semakin buruk. Hal tersebut mengindikasikan semakin buruknya kualitas sistem yang kita miliki atau dengan kata lain sistem yang kita miliki tidak berada pada siklus tumbuh melainkan pada siklus uzur.
Hal tersebut dapat dilihat dari pemecahan masalah yang cenderung tambal sulam seperti “Dephut Setuju Pelebaran Tol Bandara Memakai Lahan Hutan Lindung” (Kompas, 5 Februari 2008) tidak ke AKAR MASALAH karena memang lebih mudah menggunakan lahan hutan lindung, meninggikan permukaan jalan, menambah mesin pompa daripada menghijaukan kawasan puncak, menertibkan IMB, menertibkan illegal logging dsb.
Mengabaikan kualitas sistem berarti pula membiarkan sistem berbentuk siklus uzur yaitu siklus yang membuat sistem semakin lama semakin negatif, semakin dekstruktif dan semakin rapuh. Hal tersebut berpotensi meninggalkan bom waktu pada periode berikutnya berupa terpuruknya pariwisata, berkurangnya (larinya ?) investor, meningkatnya pengangguran, serta resiko kerusuhan sosial.
Tidak ada cara lain bagi pemerintah kecuali dengan cara memperbaiki Kualitas Sistem (Lihat artikel berikut : Model Sistem) dan Kualitas SDM Indonesia (baca : kualitas pelaksana sistem) karena kualitas sistem, kualitas kepemimpinan, kualitas pembuat kebijakan, kualitas pemecah masalah, kualitas pemelihara sarana, kualitas pengguna sarana ditentukan oleh kualitas SDM Indonesia.
Ingin cepat berubah? KLIK > https://servo.clinic/alamat/
Di negara RI ini kan pasti memiliki para birokrat yang hebat-hebat, pinter, cerdas, bahkan mungkin juga ada yang jenius.
Tapi sungguh mengherankan, mengapa banyak sekali problem masalah rakyat yang terus berulang ya ? Seperti banjir tsb.
Apakah perlu dilakukan terapi hipnosis masal, mulai Presiden sampai Lurah di seluruh negeri ini? Disatukan pola pikirnya, hanya bekerja sempurna buat rakyat !
Soalnya berbagai persoalan, yaa tetap aja nggak teratasi, kalo nggak boleh dibilang semakin parah…padahal katanya sudah mencoba berbagai model sistem yang berbiaya mahal lagi. Termasuk di dalamnya pelatihan SDM birokrat.
Bagaimana menurut Mas Isywara Mahendratto?
Salam,
Wuryanano
Saya “melihat” sistem bernegara harus berbentuk “SIKLUS” yang tumbuh. Lihat artikel berikut : Model SERVO.
Sistem yang berbentuk HIRARKI berpotensi menimbulkan TIRAN (kerajaan kerajaan besar ataupun kecil ?) sehingga kesejahteraan RAKYAT tergantung dari kebaikan sang “RAJA” (raja besar atau kecil).
Apabila lagi beruntung memiliki Raja (baca : pemimpin) yang baik dan cerdas (nalar dan emosional) maka Rakyat sejahtera dan demikian sebaliknya.
Sayangnya saat ini kita masih sering menemukan pemimpin yang “suka bingung”, “suka curhat” dan hal tersebut mengindikasikan ada yang salah dalam “cara berpikir” dan mencerminkan pula buruknya pendidikan “cara berpikir” di Indonesia.