Untungnya, saat saat malapetaka yang merekam ingatan ingatan traumatis itu sangat jarang terjadi dalam perjalanan hidup sebagian besar manusia.
Tetapi, sirkuit yang sama yang jelas jelas mencetakkan ingatan ingatan traumatik tampaknya bekerja pula pada momen momen yang lebih tenang dalam kehidupan.
Kesengsaraan yang biasa dialami di masa kanak kanak, seperti diabaikan bertahun tahun dan kehilangan perhatian atau kasih sayang orang tua, merasa tersisih dan kehilangan atau penolakan sosial mungkin tidak pernah mencapai nada tinggi trauma, tetapi hal hal tersebut pasti meninggalkan jejak di otak emosional, menciptakan distorsi-dan air mata serta amarah-dalam hubungan hubungan akrab di kemudian hari dalam kehidupan.
Apabila PTSD (post traumatic stress disorder) dapat disembuhkan, demikian pula luka luka emosional yang lebih ringan yang banyak diderita di antara kita; itulah tugas psikoterapi. Dan pada umumnya dalam belajar menangani secara terampil reaksi reaksi penuh muatan inilah kecerdasan emosional berperan.
Dinamika antara amigdala dengan reaksi reaksi yang lebih banyak informasinya di korteks prefrontal barangkali memberikan sebuah model neuroanatomi tentang bagaimana psikoterapi memperbaiki kembali pola pola emosi yang mendalam dan buruk penyesuaiannya.
Sebagaimana diduga oleh Joseph LeDoux, ilmuwan saraf yang menemukan peran pemicu rambut amigdala dalam ledakan ledakan emosi itu, “Sekali sistem emosi Anda mempelajari sesuatu, sistem itu tampaknya tak pernah melepaskannya. Apa yang dilakukan oleh terapi adalah mengajar Anda untuk mengendalikannya-mengajar neokorteks Anda bagaimana menghambat amigdala. Kecenderungan untuk bertindak ditekan, sementara emosi dasar Anda tentang hal tersebut tetap dalam bentuk yang teredam.” (?)
Sumber : Kecerdasan Emosional, Daniel Goleman, 1996.
Ingin cepat berubah? KLIK > https://servo.clinic/alamat/