Kerugian Buta Emosi ?

Semua berawal dari perang mulut kecil kecilan, namun kemudian memanas.

Ian Moore, siswa kelas terakhir di Thomas Jefferson High School di Brooklyn dan Tyrone Sinkler, siswa kelas dua, pernah berselisih dengan Khalil Sumter, sobat mereka yang berusia lima belas tahun. Sejak itu mereka mulai menjahili Khalil dan mengancamnya. Akhirnya pertengkaran itu meledak.

Pada suatu pagi, karena khawatir Ian dan Tyrone akan memukulinya, Khalil membawa sepucuk pistol kaliber 0,38 ke sekolah dan lima meter dari seorang penjaga sekolah, ia menembak kedua anak itu hingga tewas dari jarak dekat di lorong sekolah.

Peristiwa yang betul betul mengerikan itu dapat dibaca sebagai pertanda amat dibutuhkannya pelajaran dalam menangani emosi, menyelesaikan pertengkaran secara damai dan bergaul biasa. Para pendidik yang biasanya mencemaskan nilai buruk anak anak dalam bidang matematika dan membaca, mulai menyadari bahwa ada kekurangan lain yang lebih mencemaskan : buta emosi (New York Times, 3 Maret 1992).

Sementara, usaha usaha terpuji untuk meningkatkan standar akademis sedang dilakukan, kekurangan baru yang merisaukan ini belum dipertimbangkan dalam kurikulum sekolah yang baku. Seperti dikemukakan oleh salah seorang guru Brooklyn, sekarang ini tekanan yang diberikan kepada sekolah menyiratkan bahwa “kita lebih prihatin pada seberapa baik kemampuan anak membaca dan menulis daripada apakah mereka masih akan hidup minggu depan.”.

Tanda tanda kekurangan tersebut dapat terlihat pada peristiwa peristiwa tindak kekerasan seperti penembakan atas Ian dan Tyrone, yang semakin lama semakin lazim di sekolah sekolah Amerika.

Sumber : Kecerdasan Emosional, Daniel Goleman, 1996.

Ingin cepat berubah? KLIK > https://servo.clinic/alamat/

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s