Putus Sekolah ?

Putus sekolah merupakan resiko terbesar bagi anak yang ditolak dalam pergaulan. Angka putus sekolah pada anak yang ditolak oleh teman sebayanya berkisar antara dua hingga delapan kali lebih besar daripada anak yang mempunyai teman.

Salah satu penelitian menemukan, misalnya, kurang lebih 25 persen anak yang tidak populer di sekolah dasar telah putus sekolah sebelum menyelesaikan sekolah menengah umum, dibandingkan dengan laju umum yaitu 8 persen (Asher dan Gabriel). Tidaklah mengherankan: bayangkan kita menghabiskan 32 jam seminggu di tempat di mana tak ada seorangpun yang menyukai kita.

Dua jenis kecenderungan emosional menyebabkan anak akhirnya menjadi orang yang terkucil dari pergaulan. Seperti telah kita lihat yang satu adalah kecenderungan untuk meledakkan amarah dan untuk melihat permusuhan bahkan bila tidak ada permusuhan yang disengaja.

Yang kedua adalah sikap takut takut, cemas dan malu malu dalam pergaulan. Tetapi, selain faktor temperamen, anak yang “aneh”-yang kecanggungannya terus menerus membuat orang tidak enak-cenderung disisihkan.

Salah satu sebab mengapa anak anak ini “aneh” terletak pada isyarat emosional yang mereka kirimkan. Ketika anak sekolah dasar yang temannya sedikit di minta mencocokkan emosi seperti rasa jijik atau marah dengan wajah wajah yang memperagakan serangkaian emosi, mereka membuat jauh lebih banyak kesalahan daripada anak yang populer.

Ketika murid taman kanak kanak diminta menjelaskan cara yang barangkali digunakannya untuk menjalin persahabatan dengan seseorang atau menghindari perkelahian, anak yang tidak populerlah-anak yang dijauhi oleh temannya waktu bermain-yang muncul dengan jawaban yang mengalahkan diri sendiri (“Memukulnya” untuk pertanyaan apa yang harus dilakukan bila dua anak menginginkan mainan yang sama, misalnya) atau minta pertolongan dari orang dewasa.

Dan ketika anak anak remaja diminta memainkan peran saat sedih, marah, atau nakal, anak yang tidak populer memeragakan dengan cara yang paling tidak meyakinkan.

Barangkali tidak mengherankan bahwa anak semacam itu merasa dirinya tak berdaya melakukan sesuatu yang lebih baik dalam menjalin persahabatan; ketidakmampuan bergaulnya menjadi ramalan yang terwujud. Bukannya mempelajari pendekatan baru untuk menjalin persahabatan, mereka terus menerus melakukan hal yang sama, yang di masa lalu tidak berhasil untuk mereka, atau muncul bahkan dengan respons yang lebih tidak cocok (Kenneth Dodge dan Esther Feldman).

Sumber : Kecerdasan Emosional, Daniel Goleman, 1996.

Ingin cepat berubah? KLIK > https://servo.clinic/alamat/

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s