Jalur emosional kedua menuju alkoholisme berasal dari tingkat keresahan yang tinggi, bertindak mengikuti dorongan hati dan kebosanan.
Pola ini muncul pada masa bayi sebagai sikap resah, rewel dan sulit ditangani. Di sekolah dasar muncul secara suka “mengetuk ngetukkan jari”, hiperaktif dan tersangkut masalah, kecenderungannya mencari sahabat di antara anak anak terbuang-terkadang menjurus pada karier sebagai penjahat atau menuju diagnosis “gangguan kepribadian antisosial”.
Orang semacam itu (mereka kebanyakan laki laki) mengatakan bahwa keluhan emosional utamanya adalah keresahan; kelemahan utamanya adalah mengikuti dorongan hati tanpa kendali, reaksinya menghadapi kebosanan-yang sering sekali dirasakannya-adalah mencari bahaya dan kegairahan secara impulsif.
Sebagai orang dewasa, orang dengan pola ini (yang mungkin ada kaitannya dengan kekurangan dua neurotransmitter lain, yaitu serotonin dan MAO) menemukan bahwa alkohol mampu meringankan kecemasannya. Dan ketidak mampuannya menahan kebosanan membuatnya siap mencoba apa saja; bila digabung den kemauan untuk selalu mengikuti dorongan hati, maka akan membuatnya cenderung menyalahgunakan hampir saja semua jenis obat terlarang disamping alkohol (Moss Et al.).
Sementara depresi bisa mendorong sejumlah orang untuk minum minuman keras, efek metabolik alkohol seringkali hanya memperburuk depresi itu sendiri. Orang yang menggunakan alkohol untuk meringankan emosi jauh lebih senang melakukannya untuk menghilangkan kecemasan daripada untuk depresi; kelompok obat obatan yang sama sekali berbeda dapat meringankan perasaan orang yang mengalami depresi-sekurang kurangnya untuk sementara waktu.
Sumber : Kecerdasan Emosional, Daniel Goleman, 1996.
Ingin cepat berubah? KLIK > https://servo.clinic/alamat/