Di lantai tiga gedung sekolah tua yang terbuat dari bata itu, Joyce Andrews sedang membimbing murid kelas limanya mempelajari keterampilan sosial yang diberikan tiga kali seminggu.
Andrews, seperti semua guru kelas lima, mengikuti kursus musim panas khusus tentang bagaimana mengajarkannya, tetapi semangat yang ditampilkannya sewaktu mengajar menunjukkan bahwa topik topik tentang keterampilan sosial itu sangat cocok dengan dirinya.
Pelajaran hari ini adalah tentang mengidentifikasi perasaan; mampu menyebutkan nama perasaan perasaan dan dengan demikian mampu lebih baik membedakan perasaan perasaan itu, merupakan keterampilan emosional yang pokok.
Tugas kemarin malam adalah membawa gambar gambar wajah seseorang dari majalah, menyebutkan emosi yang diperagakan oleh wajah itu dan menjelaskan bagaimana mengetahui bahwa orang tersebut memiliki perasaan itu.
Setelah mengumpulkan tugas tersebut, Andrews mendaftar nama perasaan itu di papan tulis-kesedihan, kecemasan, kegairahan, kebahagiaan dan selanjutnya-lalu segera beralih ke tanya jawab singkat dan cepat dengan kedelapan belas murid yang hadir di sekolah hari itu.
Duduk dalam kelompok empat empat, murid murid itu dengan penuh semangat mengacungkan tangan mereka tinggi tinggi, berusaha menangkap pandangan Andrews agar mereka ditunjuk untuk menjawab.
Sewaktu Andrews menambahkan kata “frustasi” pada daftar di papan tulis, ia bertanya, “Siapa yang pernah merasa frustasi ?” Setiap tangan mengacung ke atas. “Bagaimana perasaanmu ketika frustasi ?”
Jawabannya datang secara beruntun: “Bosan”, “Bingung”, “Tidak bisa berpikir jernih”, “Cemas”.
Ketika kata “Jengkel” ditambahkan pada daftar itu, Joyce berkata, “Saya tahu yang satu ini-kapan seorang guru merasa jengkel ?”
“Bila murid murid mengobrol dalam kelas,” kata seorang anak perempuan sambil tersenyum.
Sumber : Kecerdasan Emosional, Daniel Goleman, 1996.
Ingin cepat berubah? KLIK > https://servo.clinic/alamat/