Ibu Bunuh Anak ?

Maraknya kasus Ibu bunuh Anak seperti yang terjadi di Bekasi, 14 Maret silam ataupun yang terjadi di Kota Malang, Jawa Timur dan yang baru baru ini terjadi di Kota Pekalongan menurut pendapat sejumlah akademisi, psikolog, sosiolog, kriminolog, penggiat LSM diduga disebabkan oleh tekanan ekonomi yang kian menghimpit dan ketidak pastian masa depan (Kompas, 27 Maret 2008).

Yang menjadi pertanyaan adalah “Mengapa ybs. tidak memiliki kemampuan menggunakan akal sehatnya dan justru berfikir bahwa membunuh anak dan dirinya merupakan solusi atas persoalan hidupnya ?

Seseorang dalam membuat keputusan ataupun bersikap, sangat dipengaruhi oleh pola sikap yang “bekerja” dalam dirinya. Seseorang dengan pola sikap yang positif biasanya selalu berada dalam siklus tumbuh yaitu sikap yang semakin lama semakin percaya diri, semakin terkendali dan semakin optimis.

Sebaliknya seseorang dengan pola sikap yang negatif berada dalam siklus uzur yang semakin lama semakin tidak terkendali, semakin terpuruk, semakin takut dst. Dalam keadaan tertekan / stress, kemampuan berpikir seseorang akan semakin mengecil sedang kemampuan rasanya semakin meningkat, seperti seseorang yang tidak bisa berenang sedang tercebur di laut dalam, dalam rasa takut yang hebat, akan berusaha meraih apapun yang bisa dipakai sebagai pegangan, yang dipegang adalah ikan pemangsa.

Disinilah potensi bahayanya informasi media yang hanya menyampaikan informasi tentang kisah “Ibu Bunuh Anak” tetapi tidak disertai pencerahan ataupun pembelajaran tentang bagaimana sikap yang harus kita ambil, apabila dalam keadaan tertekan. Akibatnya informasi tsb. dipersepsikan sebagai sebuah “ide” ataupun solusi oleh ybs. atas semua kesulitan hidup yang dialaminya.

Idealnya setiap individu telah memiliki kemampuan dalam mengelola kecerdasan emosinya (EQ). Namun dengan pola pendidikan yang ada di Indonesia yang hanya menekankan aspek kognitif (IQ), kita masih sulit berharap hal tersebut segera terwujud. Namun hal tersebut masih dapat di siasati dengan mulai dikenalkannya pengetahuan mengenai EQ melalui media cetak ataupun elektronik.

Perlu pula paradigma lama diluruskan, bahwa “masalah pribadi” adalah aib yang tidak boleh diketahui oleh orang lain, tetapi justru di anjurkan apabila dibicarakan pada orang yang tepat seperti psikiater, psikolog ataupun terapis.

Ingin cepat berubah? KLIK > https://servo.clinic/alamat/

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s